Minggu, 30 Agustus 2009

Teach me Love

Allah Mengajarkan Cinta


Cinta adalah salah satu pesan agung yang Allah sampaikan kepada umat manusia sejak awal penciptaan makhluk-Nya. Dalam salah satu hadis yang diterima dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ''Ketika Allah mencipta makhluk-makhluk-Nya di atas Arsy, Dia menulis satu kalimat dalam kitab-Nya, 'Sesungguhnya cinta kasihku mengalahkan amarahku'.''(HR Muslim). Atau dalam versi yang lain, ''Sesungguhnya cinta kasihku mendahului amarahku.'' (HR Muslim).

Dalam kehidupan manusia, cinta sering direfleksikan dalam bentuk dan tujuannya yang beragam. Ada dua bentuk cinta. Pertama, cinta karena Allah. Kedua, cinta karena manusia. Seseorang yang mencintai orang lain karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mengarahkan cinta itu sebagai media efektif untuk saling memperbarui dan saling introspeksi diri, sudah sejauh mana pengabdian kita kepada Allah. Cinta model ini akan berujung pada kepatuhan total dan ketundukan tulus, bahwa apa yang dilakukannya adalah semata-mata karena pembuktian cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Seseorang yang mencintai orang lain karena manusia, akan banyak menimbulkan persoalan serius. Cinta ini sifatnya singkat, karena cinta model ini biasanya muncul karena dorongan material dan hawa nafsu. Dua hal yang sering membuat manusia lalai dalam kenikmatan duniawi.

Rabi'ah al-Adawiyah, seorang tokoh sufi terkemuka, suatu ketika pernah berlari-lari di jalan sambil membawa seember air dan api. Ketika ditanya oleh seseorang tentang apa yang sedang dilakukannya, Rabi'ah tegas menjawab bahwa ia membawa air untuk menyiram api neraka, dan membawa api untuk membakar surga. Rabi'ah memberikan alasan, bahwa hanya karena niat ibadah untuk memperoleh surga dan terhindar dari api neraka inilah, kebanyakan manusia melupakan tujuan hakiki ibadahnya. Padahal, ibadah bukanlah bertujuan untuk memperoleh surga atau menghindari neraka. Ibadah merupakan bentuk cinta tulus ikhlas kepada Allah semata.

Pergaulan hidup juga mesti dilandasi cinta. Dengan itu, kehidupan akan berjalan harmonis dan langgeng. Cinta yang diajarkan Allah SWT adalah cinta yang berujung pada keabadian, karena Allah sendiri adalah Zat yang abadi dan tak pernah rusak. Maka, keabadian, keharmonisan, dan kesejahteraan umat manusia akan tercapai jika cinta yang ada pada diri manusia ditujukan semata-mata karena Allah. Allah SWT sendiri yang mengingatkan manusia, bahwa Dia tidak akan pernah mendahulukan amarah-Nya. Cinta Allah yang menyebar di alam semesta inilah yang menjadi bukti bahwa keharmonisan itu benar-benar terjadi.

Seseorang yang tidak melakukan cinta model yang Allah SWT ajarkan tidak akan berhasil mendapatkan cinta Allah. Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang tidak mencintai manusia, maka ia tidak akan Allah cintai.'' (HR Al-Bukhari). Model cinta yang Allah ajarkan adalah cinta tertinggi, kerena selain berakibat pada kebahagiaan abadi di akhirat, imbasnya bagi kehidupan dunia pun akan terasa. Wallahu a'lam.


republika

Read More...

The Power of Pray

Kekuatan Doa


Dalam sebuah riwayat diceritakan ketika sahabat datang menemui Rasulullah dan berkata, ''Ya Rasulullah, saya terbelit utang, tolonglah saya.'' Tak berselang lama, sahabat lain juga datang dan mengadukan hal yang sama, ''Ya Nabiullah, saya tidak punya uang.''

Selanjutnya, kepada yang kedua, Rasulullah memberikan sebuah kapak dan memerintahkan sahabat tersebut pergi mencari kayu bakar untuk dijual di pasar, sedangkan kepada sahabat yang pertama Rasulullah tidak memberikan apa-apa kecuali hanya mengajarkan sebuah doa untuk diamalkan, ''Ya, Allah aku berlindung dari perasaan gundah gulana, lilitan utang, dan intimidasi orang-orang kuat.''

Penggalan kisah di atas mengandung suatu pelajaran yang sangat dalam bahwa ketika sahabat mengadukan kondisinya yang pailit dan dililit utang serta kesulitan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, secara gamblang bisa kita pahami pada intinya mereka berharap Rasululah memberikan uang sesuai dengan kemampuan beliau.

Tapi, di luar dugaan mereka, Rasulullah tidak memberikan uang, tapi hanya memberikan sebuah kapak dan sebuah doa. Tentu saja bukan berarti Rasululah tidak punya uang, tapi Nabi ingin mendidik sahabat beliau dengan memberikan pelajaran.

Pertama, perilaku minta-minta adalah sifat yang dibenci Allah, karena merupakan perendahan harga diri di depan manusia, menghilangkan rasa malu, dan yang terpenting pasti akan membelenggu diri untuk kebiasaan buruk, akan menjadi orang tidak mau berusaha. Seandainya Rasulullah memberikan uang, pasti sahabat tersebut akan datang lagi ketika kembali kehabisan uang.

Kedua, Rasulullah ingin mendidik mental para sahabat beliau, dan kita umatnya, agar jangan bermental rendah diri dan selalu bergantung kepada orang lain, walaupun itu saudara sendiri.

Ketika mental sudah terdidik selalu mengandalkan utang, berarti kita sudah membelenggu otak dan pikiran untuk tidak mau berusaha mendapatkan uang dengan cara lain. Sikap mental manusia adalah unsur penting dalam meraih keberhasilan. Seseorang yang bermental pantang menyerah tentulah dalam setiap usaha akan selalu berusaha keras dan setiap rintangan hanya dianggap cobaan kecil dan anak tangga untuk meraih keberhasilan.

Sebaliknya, seseorang yang bermental korup sudah tentu di setiap detik yang terlintas dalam pikirannya bagaimana hari ini mendapatkan uang banyak dan metode apalagi yang harus diterapkan. Ini menunjukkan sikap sangat pengecut karena takut miskin dan sekaligus musyrik karena tidak percaya rezeki dari sang pencipta.

Di akhir riwayat, kedua sahabat tersebut mendatangi Rasulullah kembali dan mengatakan bahwa mereka sudah tidak punya utang lagi dan sudah bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Terbukti bahwa doa memberikan motivasi diri untuk melepaskan diri dari belenggu utang yang merupakan sumber gundah gulana.

Dan juga doa dijadikan senjata orang beriman, yang berarti merupakan bekal dan sekaligus tameng untuk menghadapi kesulitan hidup yang kita temui. Allah berjanji mengabulkan setiap doa hambanya di dunia atau akan menjadi simpanan di akhirat kelak. (Okrisal Eka Putra)


republika

Read More...

Saat Terakhir

Saat Terakhir


Dalam kitab Zubdatul Wa'idhin dijumpai keterangan bahwa suatu ketika Jibril mendatangi Nabi Muhammad saw dan menyampaikan firman Allah, ''Barang siapa yang bertobat kira-kira setahun sebelum meninggal dunia, maka diterimalah tobatnya itu.'' Kemudian Rasul berkata, ''Wahai Jibril, setahun bagi umatku itu tidaklah sebentar. Dalam waktu yang lama itu, mungkin mereka lalai, berpanjang angan-angan. Apa mungkin mereka terpelihara dari dosa?''

Malaikat Jibril meninggalkan Nabi Muhammad saw. Sebentar kemudian ia kembali lagi. ''Ya Muhammad, Tuhan telah berfirman kepadamu, 'Barang siapa yang sebulan sebelum kematian mau bertobat, maka tobatnya akan diterima','' kata Jibril.

''Wahai Jibril, waktu sebulan itu bagi umatku juga terlalu lama,'' kata Nabi saw. Jibril pergi lagi dan tidak lama kemudian kembali. ''Ya Muhammad, Tuhan berfirman kepadamu, 'Barang siapa bertobat kira-kira satu jam sebelum meninggal, maka tobatnya akan diterima'.''

''Satu jam masih terlalu lama bagi umatku,'' jawab Nabi saw. Jibril pergi dan tidak lama kemudian sudah kembali lagi. ''Wahai Muhammad, Allah menyampaikan salam kepadamu. Lalu berfirman, 'Barang siapa sepanjang hidupnya bergelut dengan kemaksiatan, dan belum kembali kepada-Ku sebelum meninggal dunia, kira-kira setahun atau sebulan, sehari atau satu jam, sampai rohnya ditenggorokan, ia tidak dapat berkata atau mengajukan alasan dan menyesal dalam hatinya, maka akan Kuampuni dia'.''

Itulah rahmat Allah. Itulah kebijaksanaan Nya. Jika seseorang mau sungguh-sungguh bertobat, Dia akan mengampuninya. Namun, janganlah kita lalu menganggap enteng pertobatan itu sehingga kita menunda-nunda terus. Kita tidak tahu kapan ajal menjemput. Boleh kita rencanakan bertobat pada hari lusa, namun bagaimana jika Malaikat Izrail datang esok pagi.

Allah maha bijaksana, namun demikian janganlah memandang mudah masalah tobat ini. Manusia adalah tempat salah dan dosa. Jika tobat ditunda-tunda terus, kekotoran hati akan bertambah. Akhirnya, kita jauh dari hidayah. Kalau jauh dari hidayah, seseorang semakin malas untuk bertobat.

Oleh karena itu, rasa takut terhadap dosa harus ditanamkan dalam hati. Kesadaran bahwa dosa itu berdampak buruk pada jiwa harus benar-benar direnungkan. Apabila perasaan itu sudah mengakar dalam hati, kita akan terdorong untuk melakukan tobat dan pasti tidak akan menundanya. Waallahu a'lam. (Al Imam)


republika

Read More...

Segelas Susu

Kisah Segelas Susu


Suatu hari, Khalifah Abu Bakar al-Shidiq kembali dari pasar. Di rumah, beliau melihat segelas susu murni di atas meja. Karena rasa haus akibat aktivitas yang melelahkan, beliau meminum susu tersebut tanpa curiga sedikit pun tentang asal-usul segelas susu tersebut.

Saat itu, pembantu beliau masuk rumah dan menyaksikan tuannya telah menghabiskan segelas susu yang dia letakkan di atas meja, selanjutnya ia berkata, ''Ya Tuanku, biasanya sebelum engkau memakan dan meminum sesuatu pasti menanyakan lebih dulu asal-muasal makanan dan minuman tersebut, mengapa sewaktu meminum susu tadi engkau tidak bertanya sedikit pun tapi langsung meminumnya?'' Dengan rasa kaget, Abu Bakar bertanya, ''Memangnya susu ini dari mana?'' Pembantunya menjawab, ''Begini, ya Tuanku, pada zaman jahiliyah dulu dan sebelum masuk Islam, saya adalah kahin (dukun) yang menebak nasib seseorang.

Suatu kali setelah saya ramal nasib seorang pelanggan, dia tidak sanggup membayar karena tidak punya uang, tapi dia berjanji suatu saat akan membayar. Tadi pagi saya bertemu di pasar dan dia memberikan susu itu sebagai bayaran untuk utang yang dulu belum sempat dia bayar.'' Mendengar itu, langsung Abu Bakar memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut dan mengoyang-goyangkan anak lidah agar muntah. Beliau berusaha untuk mengeluarkan susu tersebut dari perutnya, dan tidak ingin sedikit pun tersisa. Bahkan dalam riwayat itu disebutkan, beliau sampai pingsan karena berusaha memuntahkan seluruh susu yang telanjur beliau minum dan berkata, ''Walaupun saya harus mati karena mengeluarkan susu ini dari perut saya, saya rela.''

Banyak disebutkan dalam kisah para sahabat Nabi, para salafu al shalih sangat menjaga setiap makanan dan minuman sebelum masuk ke dalam perut. Ketika mereka sudah benar-benar yakin bahwa makanan tersebut halal seratus persen, barulah mereka berani memakannya, tapi kalau masih berbau syubhat apalagi haram mereka tidak mau memakannya, walaupun harus kelaparan. Para salafu al shalih sangat takut kepada hadis Nabi, ''Setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram, maka api neraka lebih pantas untuknya.'' Di samping itu, mereka sangat yakin bahwa makanan adalah sumber tenaga dan inspirasi untuk tubuh dan otak. Makanan yang halal akan membuat tubuh gampang untuk melaksanakan ibadah.

Kehati-hatian mereka juga untuk keluarga. Mereka tidak mau memberi makanan yang haram kepada keturunannya agar melahirkan sifat terpuji, karena yakin ketika keluarga diberi makanan yang haram, jangan diharapkan istri dan anak kita akan membawa kedamaian di tengah keluarga. Sang anak dan istri akan jauh dari sifat shalih dan shalihah. Istri-istri di zaman sahabat dan salaf al shalih selalu berpesan kepada suaminya sebelum berangkat kerja, ''Wahai suamiku, kami kuat menahan lapar, tapi tidak kuat terhadap api neraka, carilah rezeki yang halal untuk kami.'' (Okrisal Eka Putra)


republika

Read More...

Hindari Perang

Hindari Perang


Islam sebagai agama yang mengajak umatnya untuk saling menebar kasih sayang, tidak menyukai segala bentuk kekerasan. Apalagi yang berdampak pada banyaknya korban jiwa, terutama orang-orang tidak bersalah.

Oleh Karena itu, melalui ayat-ayat Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW, difardukan agar manusia bermuamalat dengan orang lain dengan cara lemah lembut dan halus. Maksudnya, supaya kebaikan membanyak, keamanan merata, dan keselamatan menaungi masyarakat dunia. Dengan demikian tiap individu merasakan bahwa dia bersama-sama dengan saudara-saudaranya saling membantu, bukan dengan serigala-serigala yang hendak memangsanya.

Begitu penting kaidah itu digariskan oleh Islam, sehingga dalam perang sekalipun pasukan Islam dalam setiap keadaan selalu mematuhinya. Seperti yang diwasiatkan oleh khalifah Abu Bakar saat melepas pasukan Islam di bawah kepimpinan Usmah Bin Zaid ke medan pertempuran. ''Janganlah kamu berkhianat. Janganlah kamu menipu. Janganlah kamu bunuh anak kecil, orang tua renta, dan kaum wanita, yang tidak tahu apa-apa. Janganlah kamu menebangi pohon- pohon berbuah. Janganlah kamu merusak dan menebangi hutan, kebun, dan tanaman. Janganlah kamu menyembelih kambing, onta, dan sapi, kecuali untuk dimakan.''

Pernah Abu Bakar mendengar salah seorang komandannya Muhajir Bin Abi Umayah Buin Makhzumi menyiksa sebagian musuh-musuh Islam, maka kahalifah pun mengirim sepucuk surat sambil mengingatkan, ''Janganlah kamu menyiksa manusia kecuali dalam kisas. Sesungguhnya hal itu adalah tempat dosa dan akan membuat orang lari.''

Perlu diketahui bahwa kaidah yang diberlakun oleh kaum Muslimin itu tidak terbatas hanya sesama umat Islam, tetapi berlaku pula bagi orang musyrik. Karena perbedaan agama tidak menjadi alasan bagi kaum Muslimin untuk merusak penjanjian dan melanggar kaidah kemanusiaan itu.

Namun, perang saat ini dampaknya sangat dahsyat. Ketika peluru dari senjata canggih dimuntahkan, tidak terbayangkan kehancuran yang akan terjadi di bumi ini. Bukan hanya gedung-gedung, perang juga akan memakan korban jiwa: anak-anak, wanita, dan tua renta, yang tidak berdosa dan tidak berdaya.

Oleh karena itu, ketika George W Bush ingin memaksakan kehendaknya untuk menyerang Irak, rakyat cinta damai di mana-mana dengan gigih menentang, termasuk rakyat Amerika sendiri. Mereka bersimpati pada Irak, yang karena telah 10 tahun embargo ekonomi oleh PBB itu lebih sejuta orang, termasuk anak-anak mati karena kelaparan dan kekurangan gizi. Oleh karena itu, perang harus dihindari. (Alwi Shahab)


republika

Read More...

Adil

A d i l


Pada suatu hari yang terik seorang musafir bermaksud mencari tempat untuk berteduh. Ia hendak melepas kepenatannya setelah setengah hari perjalanan. Tidak lama kemudian dijumpainya sebuah pohon beringin yang rindang dan berbuah lebat.

Disandarkan tubuhnya yang sudah terasa berat pada batang pohon beringin itu. Sambil tiduran ditebarkannya pandangan ke hamparan sawah di hadapannya. Tampak buah-buah semangka sebesar bola terhampar di sawah itu.

Demi melihat pemandangan tersebut, sang musafir bergumam sendirian, ''Sungguh tidak adil Allah itu. Pohon beringin yang begitu kokoh dan kuat ternyata berbuah hanya sebesar buah anggur. Sedangkan pohon semangka yang begitu kecil dan rapuh berbuah sebesar bola.'' Tidak lama kemudian tertidurlah ia di bawah pohon beringin itu.

Tiba-tiba ada sebutir buah beringin jatuh tepat mengenai kepala sang musafir. Ia terbangun. Dalam hati ia berkata, ''Seandainya saja buah beringin itu sebesar buah semangka entah bagaimana keadaannya jika buah itu jatuh menimpa orang yang berteduh di bawahnya. Sungguh Allah Mahaadil atas segala sesuatu.'' Diucapkannya istigfar berkali-kali untuk mohon ampun kepada-Nya karena telah berani mengatakan bahwa Allah tidak adil.

Cerita itu mungkin sangat sederhana. Banyak orang sudah pernah mendengar atau membaca cerita tersebut. Namun, sayangnya hanya sedikit saja orang yang bisa mengambil hikmahnya.

Sering orang berprasangka kepada Allah atas segala kejadian buruk yang menimpanya. Bahkan terkadang sampai berani menghujat-Nya dengan mengatakan bahwa Allah tidak adil sehingga ada yang sampai kehilangan keyakinannya terhadap Allah sama sekali.

Baik atau buruknya segala sesuatu itu hendaknya harus disandarkan pada aturan-aturan yang telah diturunkan Allah kepada manusia (Alquran). Seperti yang sudah kita ketahui bersama, manusia adalah makhluk yang penuh keterbatasan dan kelemahan.

Seringkali dalam menilai segala sesuatu manusia lebih menekankan pada unsur perasaannya saja. Tidak mengherankan bila timbul prasangka- prasangka buruk kepada Allah, jika yang ada di hadapan/dialaminya itu tidak sesuai dengan yang diharapkannya.

Padahal Allah dengan jelas telah berfirman, ''Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Allah Maha-mengetahui, sedang kamu tidak.'' (QS Al-Baqarah: 216)

Jadi segala sesuatu yang ada di dunia, pasti ada sisi baik yang bisa diambil oleh manusia, meskipun dalam pandangannya teramat buruk karena Allah lebih mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Tidak sepatutnya manusia mengatakan bahwa Allah tidak adil. Sesungguhnya tidak ada yang bisa melebihi ke-Mahaadilan Allah. (Eri Fitriati)


republika

Read More...
Tunggu artikel selanjutnya ya?? Kamu juga bisa liat artikel kami di link terkait. . .